Sorong, - Masih banyaknya anak usia sekolah yang buta huruf di pelosok Indonesia mendorong para mahasiswa turun langsung. Diprakarsai Kemendikbud, ribuan mahasiswa mengajar di berbagai pelosok, dari Sabang sampai Merauke.
Namun bukan tanpa hambatan. Tidak sedikit mereka yang ditolak oleh masyarakat setempat. Namun hal ini dibela oleh sebagian lainnya.
"Putra daerah tidak akan mau jika ditempatkan di daerah seperti itu. Bahkan jika diangkat PNS mereka akan segera minta mutasi. Kenapa kalian (pernah) didemo? Harusnya mereka malu pada kalian," kata guru SMPN 3 Lemabah, Aceh Besar, Muzakir dalam testimoni di acara kunjungan kerja Mendikbud M Nuh di Kabupaten Sorong, Jumat (9/3/2014).
Atas hal itu, Muzakir meminta masyarakat yang menolak program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM-3T) untuk menerimanya. Hingga tahun ketiga ini, sebanyak 7.949 sarjana ikut program SM-3T yang di sebar di berbagai pelosok.
"Kalian bukan orang asli sini saja berkorban untuk anak-anak kami. Jika putra daerah mau ditempatkan dan mengajar di tempat-tempat ekstreem pasti kalian tidak akan dikirim ke sini," ujar Muzakir.
Pengalaman di Aceh, berbeda dengan yang dialami oleh Sihombing yang bertugas di Langit Jaya, Papua. Dirinya diterima dengan tangan terbuka masyarakat di kawasan Puncak, Papua. Saat dia baru datang, baru ada 20 an siswa dengan 70 persen masih tidak membaca. Setelah hampir setahun mengajar, mahasiswa Universitas Negeri Riau itu mengubah segalanya. Siswa sudah 100 anak lebih dengan yang tidak bisa membaca tinggal hitungan jari sebelah tangan.
"Saat saya hendak ke Sorong, kami dicegah. Anak-anak mengira kami tidak akan kembali. Mereka berbaris sepanjang jalan dan memberi hormat kepada kami," tutur Sihombing dengan menahan tangis.
Komentar
Posting Komentar